Kita telah mengetahui delapan makna la ilaha illallah. Yang intinya adalah kita mentauhidkan Allah dan tidak syirik kepada-Nya. Apa itu tauhid dan apa itu syirik sebagai kebalikannya? Lalu apa saja bahaya syirik sehingga kita harus menjauhinya?

Pengertian Tauhid

Tauhid berasal dari kata وحد  – يوحد  – توحيدا , yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Secara istilah, tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-Nya tanpa menyekutukan-Nya dalam rububiyah-Nya, uluhiyah dan ibadah kepada-Nya, serta nama-nama dan sifat-Nya.

Istilah tauhid telah ada sejak awal Islam. Kita bisa menjumpai istilah ini dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya sabda beliau kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ– وَفِيْ رِوَايَةٍ – : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang engkau sampaikan kepada mereka pertama kali adalah syahadat La ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah -dalam riwayat lain disebutkan, ‘Sampai mereka mentauhidkan Allâh.’-

Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir.

Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil) dari harta terbaik mereka. Dan lindungilah dirimu dari doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak satu penghalang pun antara doanya dan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Urgensi tauhid telah kita pelajari dalam materi Iman Fondasi Perubahan. Maka, pada materi ini kita langsung melanjutkan dengan lawannya yakni syirik dan bahaya syirik.

Pengertian Syirik

Syirik berasal dari kata syaraka (شرك) yang artinya bersekutu. Dengan demikian, secara bahasa (etimologi), syirik adalah persekutuan yang terdiri dari dua atau lebih sekutu.

Sedangkan secara istilah (terminologi), syirik adalah menjadikan Allah tandingan atau sekutu bagi Allah. Pengertian ini sebagaimana hadits tentang dosa terbesar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهْوَ خَلَقَكَ

“…Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Ad Daa’ wad Dawaa’ mengatakan, syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah, Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya.

Bahaya Syirik

Syirik harus kita hindari dan kita jauhi karena bahayanya sangat besar. Bahkan, kita harus membentengi keluarga dan saudara-saudara kita dari syirik ini. Dari ayat-ayat Al-Qur’an, kita mendapati tujuh bahaya syirik sebagai berikut:

1. Kezaliman yang Besar (ظلم عظيم)

Syirik adalah kezaliman yang paling besar. Zalim itu tidak memberikan hak kepada yang berhak. Seorang suami yang tidak memberikan nafkah kepada istrinya, ia berbuat zalim. Seorang ayah yang tidak mendidik anaknya, ia berbuat zalim. Seorang pemimpin yang tidak memberikan hak rakyatnya, ia zalim.

Demikian pula, seorang manusia yang tidak bertauhid kepada Allah, ia berbuat zalim dan kezalimannya itu merupakan kezaliman yang paling besar. Lebih besar dari zalimnya suami kepada istri. Lebih besar dari zalimnya ayah kepada anak. Bahkan lebih besar dari zalimnya pemimpin kepada rakyat.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqman: 13)

Ayat ini juga menunjukkan bahwa ajaran parenting Barat tidak selalu benar. Ketika parenting Barat tidak memperbolehkan mengatakan “jangan” kepada anak, Islam justru mengajarkan bahwa parenting yang paling mendasar adalah mengajarkan “jangan menyekutukan Allah.”

Panggilan Ya Bunayya merupakan panggilan penuh cinta. Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, nasihat Luqman ini merupakan bentuk kasih sayang kepada anaknya. Karena seorang ayah tentu mencintai anaknya dan ayah adalah orang yang paling sayang kepada anaknya.

2. Tidak Mendapat Ampunan (عدم الغفران)

Syirik adalah dosa yang tidak diampuni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yang meninggal dengan membawa suatu dosa, insya Allah masih ada peluang diampuni Allah. Namun, orang yang meninggal dalam kondisi syirik, ia tidak akan mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa’: 48, 116)

“Segala dosa bisa diampuni, tetapi dosa syirik tidak! Inilah pokok pegangan,” tegas Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.

Lalu Buya Hamka menyebutkan empat macam syirik yang tak mendapat ampunan ini.

  • Syirik al-Istiqlal. Yakni meyakini ada dua Tuhan dan keduanya bebas bertindak sendiri-sendiri. Orang-Ajaran Majusi termasuk jenis syirik ini karena menetapkan adanya Ahuramadza (Tuhan dari segala kebaikan) dan Ahriman (Tuhan dari segala kejahatan).
  • Syirik at-Tab’idh. Yakni meyakini Tuhan terdiri dari beberapa Tuhan. Syirik jenis ini sebagaimana keyakinan orang-orang Nasrani.
  • Syirik at-Taqrib. Yakni beribadah dan memuja kepada selain Allah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana syiriknya orang-orang Arab jahiliyah.
  • Syirik at-Taqlid. Yakni beribadah kepada selain Allah karena taqlid kepada orang lain.

3. Dosa Terbesar (إثم عظيم)

Banyak dosa-dosa besar yang dijelaskan para ulama. Bersumber dari Al-Quran dan hadits Nabi. Bahkan Imam Adz-Dzahabi menulis kitab Al-Kabair yang isinya 70 dosa besar.

Nah, di antara semua dosa besar itu, syirik adalah dosa terbesar. Dosa paling besar. Lebih besar dari dosa zina, lebih besar dari dosa membunuh, lebih besar dari segala dosa besar.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa’: 48)

4. Kesesatan yang Jauh (ضلال بعيد)

Setiap orang yang melakukan dosa besar, sesungguhnya ia sedang tersesat. Setiap orang yang berpaling dari kebenaran, sesungguhnya ia sedang tersesat. Namun, yang paling jauh sesatnya adalah orang yang syirik.

Ibarat orang Surabaya mau pergi ke Jakarta, lalu ia sampainya di Banten, itu tersesat. Namun, jika tujuannya Jakarta sampainya justru di Banyuwangi, ia tersesat sangat jauh. Seperti itulah gambaran syirik, sesatnya paling jauh dibandingkan pelanggaran atau dosa lainnya.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An Nisa’: 116)

Ketika menafsirkan ayat ini, Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an mengatakan, “Mengenai sebab mengapa dosa syirik dipandang sebagai dosa yang demikian besar dan dianggap telah keluar dari daerah pengampunan adalah karena orang yang mempersekutukan Allah berarti telah keluar dari batas-batas kebaikan dan keshalihan secara total, dan telah merusak fitrahnya sehingga tidak dapat diperbaiki lagi.”

5. Dihapuskan Amal (إحباط العمل)

Betapa ruginya orang yang berbuat syirik. Sebab syirik akan menghapus seluruh amalnya. Sejak awal hingga ia berbuat syirik. Betapa sia-sia hidupnya. Karenanya, jangan sampai berbuat syirik.

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.  (QS. Az Zumar: 65)

6. Diharamkan Surga (حرمان الجنة)

Bahaya syirik berikutnya adalah mengharamkan dari surga. Seseorang yang mati dengan membawa dosa syirik, ia haram masuk surga. Tak bisa masuk surga.

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al Maidah: 72)

7. Masuk Neraka (دخول النار)

Jika tak bisa masuk surga, otomatis tempatnya adalah di neraka. Sebab di akhirat nanti yang ada hanya surga dan neraka. Dan yang sungguh merugi, orang yang mati dalam kondisi syirik, ia akan masuk neraka selama-lamanya. Abadi di sana.

Ini berbeda dengan orang yang masih punya iman. Tidak menyekutukan Allah. Kalaupun karena dosanya ia harus mampir di neraka, itu sifatnya sementara. Setelah dosanya tertebus siksa neraka, ia akan dimasukkan ke dalam surga dan abadi di surga selama-lamanya. Sedangkan orang yang syirik, ia abadi di neraka. Tak bisa masuk surga.

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.  (QS. Al Maidah: 73)

Jenis Syirik

Syirik dibedakan menjadi dua, yakni syirik besar dan syirik kecil. Syirik yang dimaksud dalam pembahasan bahaya sirik di atas adalah syirik besar.

Sedangkan secara kejelasan dan kesamarannya, syirik dibedakan menjadi syirik jali (yang terang-terangan, jelas) dan syirik khafi (yang tersembunyi, samar).

1. Syirik Besar (الشرك الأكبر)

Yakni syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Misalnya menyembah berhala, berdoa kepada selain Allah, beribadah kepada selain Allah, berqurban kepada selain Allah.

2. Syirik Kecil (الشرك الأصغر)

Yakni syirik yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari Islam. Misalnya bersumpah bukan dengan nama Allah dan riya’. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

“Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia telah syirik.” (HR. Abu Dawud)

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ. قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ

“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan atas kamu sekalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “riya’” (HR. Ahmad)

Semoga kita semua terhindar dari syirik, baik syirik kecil, terutama syirik besar. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Edupro]

Referensi:

  • Al-Fauzan, Dr. Shalih bin Fauzan. (2019). Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Quro.
  • Ash-Shalabi, Prof. Dr. Ali Muhammad. (2018). Iman kepada Allah. Jakarta: Ummul Quro.
  • Az-Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. (2016). Tafsir Al-Munir Jilid 11. Depok: Gema Insani.
  • Hamka, Prof. Dr. (2015). Tafsir Al-Azhar Jilid 2. Depok: Gema Insani.
  • Katsir, Ibnu. (2001). Tafsir Ibnu Katsir Juz 5. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.
  • Quthb, Sayyid. (2002). Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 3. Depok: Gema Insani Pres.